15 May 2010

Pertanyaan yang Tak Kunjung Usai

kehidupan selalu saja menghadirkan hal baru dan itu selalu mengundang pertanyaan. Semenjak mulai mengenal kata-kata, pertanyaan menjadi sesuatu yang menarik sekaligs menghidupkan. Pertanyaan-pertanyaan cerdas kanak-kanak ketika menemukan hal baru menandai tingkat kepekaan dan kecerdasan anak manusia dalam berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Pun ketika pertanyaan itu seputar dunia idea, yang tak tampak, bahkan non rasional sekalipun.

Sering kita jumpai anak-anak bertanya tentang dunia sekitarnya, tentang nama-nama, tentang fungsi segala benda, tentang sebab akibat, hingga akhirnya bertanya tentang semesta dan Tuhan. Dan seiring bertambahnya kecerdasan, anak-anak akan mulai bertanya tetang dirinya. Dia bertanya pada orang lain, orangtuanya, lalu pada dirinya sendiri. Pertanyaan tentang identitas diri ini lambat laun akan berubah menjadi perburuan identitas, yang isa jadi terpuaskan oleh jawaban yang tersedia dalam keluarga, lingkungan sekitar, lalu dirinya sendiri. Namun jika tak ada jawaban yang memuaskan, tak jarang anak manusia akan berburu ke dunia luar. mencari dan mengejar identitas dalam kelompok, bahkan kerumunan.

Pertanyaan dan perburuan identitas sering terkait erat dengan pemaknaan akan hidup dan nilai-nilai yg hendak diraih dan dijalankan dalam kehidupan seseorang. Meski tampak sederhana, perburuan identitas ini pun kerap melahirkan delusi-delusi yang membuat pemburu identitas tersasar ke dunia lain yang sama sekali "mungkin" tak pernah dibayangkan dan inginkannya.

Sayangnya, tak semua orang berburu identitas berdasarkan sejarah pengetahuan yang dia punya karena pengetahuan itupun bagian dari jenis identitas yang menjadi target buruan. Namun semua orang akan belajar dari narasi yang ada dalam memorinya. narasi yang didapat dari kisah yang dia dengar maupun yang dia baca, baik dari buku cetakan maupun buku pengetahuan yan terbantang dalam lembar-lembar kehidupan anak manusia.

Pertanyaan dan perburuan identitas ini pada dasarnya bersumber dari problem pemaknaan terhadap banyak hal yang dianggap bernilai dan kurang bernilai. Pilihan akan sering dijatuhkan pada sesuatu yang dianggap lebih bernilai, berdasarkan pertimbangan moral, sosial, sekonomi dan politik. Alih-alih mengakui pertimbangan-pertimbangan tersebut, banyak orang menyangkal memory dasar yang menuntun perilaku dan pilihan tindakan mereka dalam mengejar identitas diri dengan melumuri sikap dan pilihan dengan argumentasi-argumentasi "kekinian".

Apapun pertimbangan dan argumentasi yang menghadirkan dan mengikuti pilihan sikap dan tindakan, pertanyaan tentang identitas diri, nilai diri dan cerita diri selalu menyeruak di tengah-tengah pencarian yang kadang menemuai jalan terjal. Maka jangan berhenti bertanya, baik saat longgar maupun sulit. Jangan berpuas dengann satu jawaban, karena kesempurnaan jawaban akan didapat saat kematian tiba. Dan pengakuan identitas yang sesuangguhnya akan diukur saat kita telah meninggalkan semua yang kita lakukan.

No comments:

"The Winner Never Quit and The Quitter Never Win"